Alya Rona Pertiwi
Head of Division, External Affairs Division FPCI Chapter UPN Veteran Jakarta
Syifa Aprilia Putri
Head of Division,Secretary Division FPCI Chapter UPN Veteran Jakarta
Salah satu masalah lingkungan yang sedang dihadapi masyarakat dunia saat ini adalah polusi udara. Terdengar sepele, tetapi polusi udara kini menjadi urgensi global karena menjadi salah satu penyebab utama kematian. Dianggap sebagai Silent Killer oleh WHO, kematian akibat polusi udara di dunia mencapai 7 juta per tahun. Polusi yang berasal dari kebakaran, kegiatan industri, dan kendaraan mengeluarkan partikel karsinogenik, sehingga dapat menyebabkan penyakit paru-paru, jantung, dan stroke. Menurut data dari WHO, 36% kanker paru-paru disebabkan oleh emisi, begitu juga dengan 34% orang yang terkena stroke dan 27% penyakit jantung. Bahkan, angka kematian diprediksi naik menjadi 50% lebih tinggi di tahun 2050 akibat polusi udara, apabila tidak segera diterapkan kebijakan yang solutif. Penelitian lain terkait polusi udara dari Air Life Quality Index (AQLI) menemukan bahwa 6 negara, yaitu Bangladesh, India, Pakistan, Tiongkok, Nigeria, dan Indonesia menyumbang 75% total polusi udara global dan berdampak pada angka harapan hidup global.
Dampak polusi udara khususnya di negara berkembang
Negara berkembang memiliki risiko polusi udara lebih besar dibanding negara maju karena negara berkembang masih mendorong proses industrialisasi secara intens. Selain itu, kondisi perekonomian di negara berkembang pun juga terbilang memiliki penghasilan rendah yang membuat budaya kehidupan masyarakat menghasilkan polusi lebih banyak, misalnya kegiatan memasak dengan bahan bakar kayu dan minyak tanah. Hal ini pun akhirnya banyak menyerang perempuan karena pekerjaan memasak ini umumnya dialami oleh perempuan. Lebih lanjut, polusi udara sangat berdampak pada kesehatan masyarakat yang sering melakukan aktivitas di luar ruangan, salah satunya berdampak pada Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang kasusnya banyak ditemukan di negara-negara dengan tingkat polusi yang tinggi, seperti Jakarta. Sejak awal 2023, Jakarta kedapatan berada pada kondisi dengan kualitas udara belasan kali lebih tinggi dari standar aman WHO dan menyebabkan hampir 200 ribu kasus ISPA per bulan Agustus 2023. Adapun di New Delhi yang sempat menjadi kota paling berpolusi pada 2020 lalu akibat tingginya aktivitas masyarakat dalam penggunaan kendaraan, rumah tangga hingga industri. Hal tersebut berbuntut pada tingkat kematian akibat polusi udara mencapai lebih dari 50 ribu orang di tahun 2020.
Selain dampak kepada kesehatan, dampak ekonomi juga dirasakan India sebagai salah satu negara berkembang di dunia. Sebuah penelitian yang mengkaji tentang polusi udara dan dampaknya terhadap bisnis oleh Clean Air Fund (CAF) dan Dalberg Advisors menemukan bahwa polusi udara di India mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional karena biaya yang dikeluarkan mencapai $ 95 miliar pada tahun 2019. Menurut laporan tersebut, kerugian ekonomi terjadi karena terdapat beberapa faktor, yaitu penurunan produktivitas tenaga kerja, mengurangi produktivitas dan umur aset, bisnis retail di India mengalami kerugian mencapai hampir $ 22 miliar setahun, masyarakat memiliki pengeluaran kesehatan untuk mengobati penyakit yang disebabkan polusi udara.
Urgensi Tindakan Kolaboratif
Polusi udara sebagai ancaman yang bersifat lintas batas berimplikasi pada lahirnya suatu tanggung jawab bersama sebab dampaknya sendiri dirasakan oleh setiap aktor. Oleh karena itu, untuk mengatasi kompleksnya masalah polusi udara secara efektif perlu didukung oleh komitmen dan upaya kolaboratif dari berbagai pihak di tingkat global. Peran dari berbagai aktor seperti pemerintah, peneliti, akademisi, organisasi internasional, NGO, private sector, hingga masyarakat sebenarnya berkaitan satu sama lain. Aktor-aktor seperti peneliti dan akademisi berkedudukan sebagai pihak yang mampu memberikan riset dan analisis mereka mengenai situasi yang terjadi kemudian mengeluarkan berbagai rekomendasi kebijakan atau regulasi yang dapat diambil pemerintah. Adapun pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan atau regulasi tersebut sebagai upaya domestik mengatasi polusi udara. Pemerintah juga perlu mendanai riset dan proyek penanggulangan polusi udara di tingkat nasional, misalnya pada pengembangan energi baru terbarukan sebagai langkah transisi energi yang lebih ramah lingkungan, dan peningkatan transportasi umum.
Sementara itu, NGO atau non-governmental organizations berperan dalam mengadvokasikan isu ini kepada pemerintah dan masyarakat luas agar dilakukannya tindakan solutif sebagai upaya penanganan. Masyarakat dan private sector patut mengimplementasikan kebijakan atau regulasi dari pemerintah untuk mendukung suksesi penanggulangan polusi udara. Lebih lanjut, organisasi internasional menjadi instrumen yang mendukung upaya-upaya antar aktor melalui fasilitasi kerjasama dan koordinasi global.
Salah satu aksi nyata dalam menangani polusi udara dapat dilihat dari hadirnya Climate and Clean Air Coalition oleh UNEP (United Nations Environmental Program) sebagai katalis dalam menciptakan, menerapkan dan berbagi solusi efektif terkait perubahan iklim dan polusi udara melalui kolaborasi dengan setiap aktor. Koalisi ini berfokus pada bagaimana mereduksi gas-gas penyebab emisi terutama gas metana. Melalui koalisi ini, pemerintah negara-negara akan diberikan berbagai kerangka kerja, peta jalan, rencana aksi hingga bantuan dana untuk berkontribusi terhadap penurunan gas emisi. Salah satu proyek yang telah berjalan adalah pengembangan kendaraan pengangkut ramah lingkungan di Asia Selatan, Afrika Tengah dan Barat. Hal yang perlu disoroti dari koalisi ini yaitu adanya pemberian bantuan dana bagi proyek-proyek di negara berkembang hingga memberikan rekomendasi tindakan-tindakan penanggulangan polusi udara yang dapat dilaksanakan dengan biaya minimum. Artinya, masalah keterbatasan pendanaan dapat dihindari dan upaya menanggulangi polusi udara akan dilakukan oleh lebih banyak negara.
Referensi
UN Indonesia. (2023). “Hari Udara Bersih Internasional untuk Langit Biru.”
https://indonesia.un.org/id/244342-hari-udara-bersih-internasional-untuk-langit-biru-7-september
BBC. (2023). “Indonesia masuk ‘enam negara paling berkontribusi terhadap polusi udara
global’, warga akan gugat pemerintah dan industri.” https://www.bbc.com/indonesia/articles/c72enp76622o
DW.com. (2023). “Polusi Udara: Asia – Afrika Punya Risiko Kesehatan Terbesar”
https://www.dw.com/id/polusi-udara-asia-afrika-punya-risiko-kesehatan-terbesar/a-66657594
Camba, G. (2023). “India, Pakistan, China: Air pollution is now cutting life short in these 6
countries”.https://www.euronews.com/green/2023/08/29/air-pollution-is-deadlier-than-smoking-new-study-finds
Putra, P.G.S. (2023). “Polusi Udara, Pembunuh Senyap Anak-anak”.
Kolisibebastar.com. “Dampak Buruk Polusi Udara di Negara Berkembang”
https://koalisibebastar.com/article/dampak-buruk-polusi-udara-di-negara-berkembang
First Post. (2022, October 27). Diseases and deaths how air pollution turns Delhi deadly
every year. Retrieved September 18, 2023, from https://www.firstpost.com/explainers/diseases-and-deaths-how-air-pollution-turns-delhi-deadly-every-year-11519901.html
Tempo. (2022, November 18). New Delhi dikenal sebagai kota dengan polusi udara
tertinggi, ini sebabnya. Retrieved September 18, 2023, from https://dunia.tempo.co/read/1658193/new-delhi-dikenal-sebagai-kota-dengan-polusi-udara-tinggi-ini-sebabnya
RRI. (2023, Augustus 28). Penderita ISPA di Jakarta mendekati ratusan ribu kasus.
Retrieved September 18, 2023, from https://www.rri.co.id/kesehatan/337337/penderita-ispa-di-jakarta-mendekati-ratusan-ribu-kasus
Breathlife2030.org. (2021). “LAPORAN MENUNJUKKAN BIAYA NEGATIF POLUSI
UDARA PADA BISNIS INDIA”. https://breathelife2030.org/id/news/report-shows-negative-cost-air-pollution-indian-businesses/