Rohingya RefugeesRohingya Refugees Tried to Cross the Neighboring Countries Border. Source: REUTERS

Belakangan ini masyarakat internasional tengah menyoroti isu kemanusiaan yang tengah terjadi di Myanmar. Warga Rohingya di sana mendapat perlakuan tidak sesuai dengan kemanusiaan dari pemerintahan Myanmar sudah sekitar lima tahun ini. Sejak permulaan konflik tahun 2012, warga Rohingya di Rakhine mendapat penindasan seperti membunuh etnis Rohingya, menghancurkan bangunan ibadah warga Rohingya serta merusak tempat tinggal warga Rohingya yang dilakukan oleh etnis yang mayoritas agamanya Buddha. Konflik ini terus berlangsung hingga pada tahun ini. Militer Myanmar pun menewaskan berpuluh-puluhan ribu masyarakat minorits Muslim tersebut, dengan melakukan penganiayaan terhadap warga Rohingya.

Warga Rohingya di Rakhine yang minoritas beragama Muslim ini mendapat perlakukan tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia dikarenakan pada awal konflik tersebut, terjadi pemerkosaan terhadap wanita Buddha yang dilakukan oleh tiga pemuda Muslim. Hal ini membuat warga yang mayoritas negara tersebut beragama Buddha murka, sehingga kasus ini berlangsung hingga saat ini. Disamping itu, juga dikarenakan warga Rohingnya yang bertempat tinggal di daerah Rakhine ini dianggap merupakan imigran gelap atau illegal immigrant dari Bangladesh. Sehingga pemimpin Myanmar yakni Aung San Suu Kyi menolak untuk memberikan warga Rohingya status Warga Negara, biarpun warga Rohingya sudah tinggal di Myanmar berpuluh-puluhan tahun lamanya.

Dalam lima tahun terakhir, banyak warga Rohingya yang mengungsi ke beberapa negara tetangga seperti Bangladesh, Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Namun, Bangladesh dan Thailand sudah menutup aksesnya untuk menerima pengungsi yang datang dari Myanmar, dikarenakan Bangladesh dan Thailand sudah menampung begitu banyak pengsungsi. Dengan datangnya pengungsi-pengungsi Rohingya di pesisir Aceh, yang kemudian menarik perhatian pemerintah Indonesia. Indonesia pun membuat Kebijakan Luar Negeri terhadap kasus Rohingya ini. Terdapat dua sudut pandangan Kebijakan Luar Negeri. Sudut pandang yang pertama berasal dari kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, dan sudut pandang yang kedua berasal dari kepemimpinan Joko Widodo.

Kasus Rohingya ini sudah ada sejak tahun 2012 dimana SBY merupakan pemimpin Indonesia pada saat itu. Di era SBY, Indonesia mengeluarkan Kebijakan Luar Negeri memberikan mengirimkan berbagai bantuan untuk warga Rohingnya. Era-nya SBY masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, dimana beliau mendorong Myanmar untuk aktif terbuka dan usahanya tersebut berhasil. Selain itu, SBY juga membawa Indonesia untuk aktif membantu dalam penyelesaian konflik negara lain. Indonesia selalu menjadi mediator negara-negara yang berkonflik. Sehingga dalam kasus etnis Rohingya ini, Indonesia mengeluarkan suaranya. Kebijakan Luar Negeri SBY dalam membantu penyelesaian konflik etnis Rohingya ini dengan melakukan soft diplomacy. Dimana beliau menerima pengungsi Rohingya yang berdatangan, melakukan kerjasama dengan Organisasi Konferensi Islam (OKI). OKI adalah Organisasi Internasional Islam yang bersifat non-militer, dimana Rohingya merupakan warga Muslim yang tertindas, dengan begitu kita menunjukkan sikap solidaritas kita dengan membantu sesama Muslim. Selain itu, Indonesia pun menjadi pelopor pembahasan koflik Rohingya dalam forum KTT ASEAN, menunjuk PMI sebagai lembaga yang mengatur bantuan untuk warga Rohingya, dan terakhir memberikan bantuan dana sebesar Satu Juta Dollar AS kepada pengungsi Rohingya.

Melihat keadaan pengungsi Rohingya saat ini, membuat Jokowi selaku Presiden RI saat ini merasa prihatin. Dalam menyikapi kasus Rohingya ini, pemerintah Indonesia membuat Kebijakan Luar Negeri dengan mengirimkan Menteri Luar Negeri RI yakni Retno Marsudi untuk melakukan diplomasi dengan pemimpin Myanmar yakni Aung San Suu Kyi. Pertemuan antara Retno Marsudi selaku Menlu RI dan Aung San Suu Kyi selaku pemimpin Myanmar di Myanmar kemarin, Retno menyampaikan soal keinginan Indonesia dalam bentuk formula 4+1.

Berikut merupakan isi dari keinginan permintaan pemerintah Indonesia yang berebentuk formula 4+1:

  1. Mengembalikan stabilitas dan keamanan
  2. Menahan diri semaksimal mungkin untuk tidak menggunakan kekerasan
  3. Perlindungan terhadap semua orang yang berada di Rakhine tanpa memandang bulu atau SARA.
  4. Membuka akses untuk menerima bantuan kemanusiaan dari luar.

Empat elemen diatas merupakan keinginan pemerintah Indonesia kepada pemerintah Myanmar. Elemen tersebut harus segera dilakukan agar krisis kemanusiaan dan keamanan tidak semakin memburuk. Selain itu, Indonesia juga ikut memberikan bantuan seperti obat-obatan dan makanan untuk warga Rohingya yang dikirim melalui sepuluh kontainer berisikan bahan pangan dan obat-obatan. Indonesia pun turut membantu membangun sebuah rumah sakit untuk menampung warga Rohingya yang membutuhkan perawatan dan dokter. Bantuan ini merupakan tindak lanjut dari komunikasi pemerintah Indonesia dengan pemerintah Myanmar.

Pada pertemuan antara Menlu RI Retno dengan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, pemerintah Myanmar berkomitmen untuk membuka akses untuk sebuah aliansi yang dinamakan AKIM, dan juga Myanmar berjanji untuk memperluas akses negara anggota ASEAN dalam penyelesaian konflik Rohingya serta menerima masuknya bantuan kemanusiaan. AKIM atau Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar merupakan lembaga swadaya masyarakat yang memprioritaskan bantuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.

Menurut saya, tidak adanya perbedaan yang pasti antara Kebijakan Luar Negeri pada era pemerintahan SBY dengan Kebijakan Luar Negeri pada masa pemerintahan Jokowi. Keduanya sama-sama melakukan soft diplomacy dan sama-sama menghindari megaphone diplomacy. Setelah saya amati, indonesia lebih suka melakukan diplomasi secara pelan-pelan dan sifatnya tidak memaksa. Dengan begitu, maka Myanmar akan tetap mau melakukan komunikasi dengan negara kita. Sehingga pelan-pelan melalui diplomasi Myanmar mau memberikan jaminan HAM bagi semua rakyat Rakhine termasuk rakyat yang minoritas Muslim yakni etnis Rohingya.

Pemerintahan Indonesia masa SBY maupun Jokowi memberikan bantuan kepada pengungsi Rohingya dikarenakan etnis Rohingya beragama Muslim. Sehingga dengan sesama Muslim, Indonesia turut membantu konflik yang ada pada Myanmar. Indonesia menunjukkan sikap solidaritas sesamanya dengan mengeluarkan Kebijakan Luar Negeri membantu etnis Rohingnya di Rakhine yang mendapat penindasan. Tetapi, disamping itu Indonesia juga memiliki National Interest dimana Indonesia mau dipandang sebagai negara yang aktif berkontribusi dalam penyelesaian konflik dan bantuan kemanusiaan. Apalagi ini menyangkut soal warga minoritas beragama Muslim, yang memiliki kesamaan latarbelakang agama dengan Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara mayoritas Muslim terbesar, maka dari itu Indonesia ikut membantu masalah di Rohingya, agar Indonesia memiliki “nama baik” atau citra dimata Dunia Internasional. Lagi pula Indonesia dengan Myanmar merupakan negara yang berdekatan alias tetanggan, karena letak geografis juga lah yang membuat Indonesia turut membantu kasus Rohingya ini.

Untuk menganalisis kasus kemanusiaan etnis Rohingya di Rakhine ini, saya menggunakan model Rational Choice. Mengapa demikian? Karena menurut saya, logikanya memang sudah seharusnya Indonesia sebagai negara yang bertetanggaan dengan Myanmar membantu etnis Rohingya, dan juga konflik yang terjadi itu merupakan minoritas warga tertindas yang beragama Muslim dan memiliki kesamaan latarbelakang agama dengan negara Indonesia maka dari itu pemerintah Indonesia harus memberikan bantuan untuk etnis Rohingya tersebut. Kita sesama Muslim harus memiliki rasa solidaritas terhadap sesamanya. Disamping itu, Indonesia membantu etnis Rohingya pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu didalamnya. Karena Sistem Internasional kita Anarki, yang menurut saya pasti ada kepentingan nasional yang terselubung. Karena pada dasarnya sifat aktor dalam Hubungan Internasional itu serakah dan egois. Indonesia ikut berkontribusi dalam membantu etnis Rohingya hanya untuk perpanjangan tangan kepentingannya saja. Mungkin pemerintah Indonesia benar-benar ikhlas dalam membantu etnis Rohingya, namun pasti terdapat niat terselubung dalam proses membantunya Indonesia kepada etnis Rohingya. Seperti misalnya, Indonesia ingin citranya dimata Dunia Internasional terlihat bagus, dll. Disamping itu, Kebijakan Luar Negeri yang dikeluarkan oleh Presiden RI yakni Jokowi, menurut saya hanya untuk perpanjangan tangan dalam kepentingannya saja. Jika, Jokowi sudah dikenal sebagai Presiden yang baik karena sudah membantu rakyat Rohingya, dan sudah berkontribusi banyak dalam penyelesaian konflik, dll. Pasti Jokowi memiliki “nama baik” dimata Dunia Internasional, yang kemudian hal itu merupakan tabungannya untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) dekade berikutnya.

Dalam model Rational Choice, terdapat ciri-cirinya yang berkesinambungan dengan kasus kemanusiaan etnis Rohingya di Rakhine. Pertama, proses pengambilan keputusan berdasarkan pada pengalaman pribadi. Menurut saya, jika disangkut pautkan dengan kasus Rohingya ini, Kebijakan yang diambil oleh pemimpin Myanmar yakni Aung San Suu Kyi merupakan keputusan yang diambil sepihak dan berdasarkan pada pengalaman pribadinya.

Mengapa pemimpin Myanmar tidak mau memberikan status warga negara kepada etnis Rohingya? karena menurutnya etnis Rohingya itu merupakan imigran gelap yang sudah tinggal berpuluh-puluh tahun lamanya di daerah Rakhine. Hal tersebut yang dijadikan alasan untuk pemimpin Myanmar dalam mengambil keputusan. Kedua, mengidentifikasi negara seperti manusia. Dimana sifat manusia itu sama serakahnya seperti sifat negara. Manusia dan negara sama-sama memiliki hasrat untuk berkuasa, dan melakukan hal sesuka hatinya. Seperti, apa yang dilakukan oleh pemimpin Myanmar terhadap warga Rohingya. Dengan menindasnya dan tidak adanya sisi kemanusiaan di dalam kasus Rohingya ini membuat Myanmar memiliki sifat dasar manusia yaitu ingin berkuasa serta serakah.

Terakhir, memiliki skala prioritas dalam prosesnya. Dalam proses pengambilan atau pembuatan  Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap kasus penindasan etnis Rohingya di Rakhine, Indonesia membuat skala prioritas dalam prosesnya tersebut. Yang mana formula 4+1 yang diajukan oleh Menlu RI Retno merupakan prioritas dalam penyelesaian konflik etnis Rohingya di Rakhine ini. Barulah yang lain-lain seperti memberikan bantuan sekitar sepuluh kontainer yang berisikan bahan pangan dan juga obat-obatan, pembangunan Rumah Sakit di salah satu daerah Myanmar, dll. Hal itu hanya sampingan skala prioritas dalam proses pengambilan keputusan.

Referensi:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *