Ditulis oleh Vivit Widi Haryati; Yudhistira Rizqi Fadhillah; Putri Aurelia Martianisa

Abstract

As technology advances, diplomacy is no longer limited to relationships between countries and governments. Civil society can now engage in international relations. Through media and technology, the public has the opportunity to express their opinions on certain issues and play a role in making international policies. This article aims to explore how Meta’s social media platforms serve as a bridge for public diplomacy in the Israeli-Palestinian conflict. This study uses qualitative research method by collecting secondary data from books, journals, official reports, and online news, which are then processed to uncover facts supporting the author’s arguments. The result indicates that Meta provides a space for the general public to engage in voicing the Israeli-Palestinian issue. Through Meta, people can participate in public diplomacy by organizing protests and campaigns to support Palestine. However, the use of Meta in this conflict also faces certain challenges, such as the spread of inaccurate informations, disinformation, and information overload.

Keywords: Public Diplomacy, Palestine-Israel Conflict, Social Media, Meta

Abstrak

Seiring berkembangnya teknologi, diplomasi tidak lagi hanya terbatas pada hubungan antar negara dan pemerintah, namun masyarakat sipil juga dapat terlibat dalam hubungan internasional. Melalui media dan teknologi, publik berkesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka terhadap isu-isu tertentu dan ikut andil dalam membentuk kebijakan internasional. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana platform media sosial Meta menjadi jembatan diplomasi publik untuk berperan dalam isu konflik Palestina-Israel. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif  dengan mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh melalui buku, jurnal, laporan resmi, dan berita internet. Temuan dalam artikel ini menunjukkan bahwa platform Meta dapat menyediakan ruang bagi khalayak umum untuk berpartisipasi dalam menyuarakan isu Palestina-Israel. Melalui Meta, masyarakat luas dapat melakukan diplomasi publik dengan melayangkan aksi protes dan kampanye untuk mendukung Palestina. Penggunaan platform Meta dalam konflik Palestina-Israel juga menghadapi tantangan yang harus dihadapi, yakni penyebaran informasi yang tidak akurat, disinformasi, dan overload informasi.

Kata kunci: Diplomasi Publik, Konflik Palestina-Israel, Media Sosial, Meta

Pendahuluan

Di era globalisasi dan digitalisasi, peran diplomasi publik semakin penting dalam membentuk opini dan kebijakan internasional. Konflik Palestina-Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade merupakan salah satu isu paling kompleks dan memicu perdebatan di dunia internasional. Konflik ini tidak hanya melibatkan pertarungan fisik di lapangan tetapi juga pertarungan narasi di ranah digital. Diplomasi publik telah menjadi elemen kunci dalam strategi hubungan internasional modern, terutama dalam konteks konflik yang berkepanjangan. Seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi, ruang diplomasi tidak lagi terbatas pada interaksi antar pemerintah, melainkan telah meluas hingga melibatkan masyarakat sipil melalui berbagai platform media sosial. Platform media sosial Meta, yang mencakup Facebook dan Instagram, telah muncul sebagai alat penting dalam menjalankan diplomasi publik, memungkinkan berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam dialog global dan menyuarakan pandangan mereka secara luas dan efektif. Penggunaan media sosial dalam diplomasi publik memungkinkan individu dan kelompok untuk menyebarkan informasi, menggalang dukungan, dan memobilisasi aksi solidaritas dengan cepat dan luas. Meta, dengan basis pengguna yang besar dan fitur-fitur interaktifnya, memberikan ruang bagi publik untuk berpartisipasi aktif dalam diplomasi publik terkait isu Palestina-Israel.

Menurut Joseph Nye,  “Soft power is the ability to shape the preferences of others through appeal and attraction” (Nye, 2004). Dalam era modern, media sosial adalah alat penting dari soft power yang digunakan oleh negara dan masyarakat sipil untuk mempengaruhi opini publik dan kebijakan. Konflik Palestina-Israel, yang berakar pada sejarah panjang perseteruan sejak tahun 1948, terus menjadi fokus perhatian internasional. Terlepas dari berbagai upaya diplomatik tradisional untuk menyelesaikan konflik ini, ketegangan tetap ada, dengan berbagai insiden kekerasan yang terus berlangsung. Dalam hal ini, diplomasi publik melalui media sosial menjadi sangat diperlukan dalam membentuk opini publik dan menggalang dukungan internasional. Dalam studi yang dilakukan oleh Kurniawati, Rachmawati, dan Dewi (2020), teknologi komunikasi memberikan perubahan signifikan dalam cara diplomasi dijalankan, terutama dalam diplomasi publik. Habermas menambahkan bahwa komunikasi melalui teknologi informasi mampu memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam usaha diplomasi publik, membantu negara dan aktor non-negara untuk mencapai tujuan diplomasi (Manor & Segev, 2015). 

Melalui jutaan pengguna di seluruh dunia, platform Meta memungkinkan publik untuk berbagi informasi, mengorganisir kampanye, dan menunjukkan solidaritas terhadap isu-isu tertentu, termasuk konflik Palestina-Israel. Hal ini terlihat dari penggunaan tagar populer seperti #freepalestine dan #gazaunderattack, yang telah digunakan jutaan kali untuk menyebarkan informasi dan menggalang dukungan internasional. Penggunaan platform Meta untuk diplomasi publik menawarkan peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi, Meta memungkinkan penyebaran informasi secara cepat dan luas, serta memfasilitasi kampanye solidaritas global. Namun, di sisi lain, platform ini juga menghadapi tantangan seperti penyensoran konten, disinformasi, dan manipulasi narasi yang dapat mempengaruhi persepsi publik secara negatif. “Keberhasilan diplomasi publik terletak pada kemampuan untuk membentuk agenda publik, memberikan informasi yang akurat, dan membangun kepercayaan melalui komunikasi yang transparan dan efektif” (Nye, 2008). Penelitian ini akan mengeksplorasi bagaimana Meta digunakan sebagai alat diplomasi publik dalam isu konflik Palestina-Israel, dengan fokus pada strategi, tantangan, dan dampak dari penggunaannya. Metode penelitian kualitatif akan digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data dari berbagai sumber, termasuk buku, jurnal, laporan resmi, dan berita online, guna memberikan gambaran yang komprehensif tentang peran media sosial dalam diplomasi publik kontemporer.

Metode Penelitian

Dalam penelitian Peran diplomasi publik pada isu konflik Palestina-Israel Melalui Platform Media Sosial Meta, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dalam proses analisisnya. Di mana penelitian kualitatif sendiri merupakan penelitian yang memiliki sifat deskriptif dengan kecenderungan menggunakan analisis. Penelitian kualitatif juga mampu menganalisis suatu fakta, gejala, sekaligus peristiwa berdasarkan apa yang terjadi sehingga mampu menjadi bahan kajian untuk dapat ditindaklanjuti (Nasution, 2021).

Dalam proses menganalisis peran diplomasi publik di sosial media Meta, penulis memerlukan kumpulan data-data akurat untuk mendukung argumen yang tertuang. Pada proses ini penulis menggunakan data sekunder selama proses penulisan melalui beberapa sumber data seperti buku, jurnal, laporan resmi, dan berita internet. Data-data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian akan diolah menggunakan pendekatan deskriptif. Di mana dalam tulisan Nazir (2005), pendekatan deskriptif bertujuan untuk menemukan fakta dan interpretasi yang tepat dalam sebuah data.

Tinjauan Teoritis

Konsep Diplomasi Publik

Diplomasi publik merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh negara untuk mempengaruhi opini publik di luar negeri demi mencapai tujuan politik luar negeri mereka. Konsep ini telah berevolusi seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan globalisasi, yang memperluas jangkauan diplomasi tradisional menjadi lebih inklusif dan dinamis. Dengan kemajuan teknologi, diplomasi publik telah mengalami transformasi signifikan. Manor (2019), menyatakan bahwa media sosial telah menjadi alat utama dalam diplomasi publik, memungkinkan interaksi langsung antara pemerintah dan masyarakat global. “The advent of social media has fundamentally altered the landscape of public diplomacy, providing new platforms for engagement and influence” (Manor, 2019). Hal ini menegaskan pentingnya adaptasi diplomasi publik terhadap perkembangan teknologi untuk tetap relevan dan efektif. Era digital membawa perubahan besar dalam cara diplomasi publik dijalankan. Platform media sosial seperti Meta (Facebook, Instagram) memungkinkan penyebaran informasi yang cepat dan luas, serta memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam diskusi dan kampanye global. Sebagai contoh, platform Meta digunakan secara luas dalam kampanye internasional untuk mendukung Palestina, dengan tagar #freepalestine dan #gazaunderattack yang viral dan mampu menarik perhatian jutaan orang di seluruh dunia (The Conversation, 2023). Menurut Ammon (2023), “social media has become a powerful tool for public diplomacy, enabling real-time communication and mobilization of global support.” Hal ini menunjukkan bagaimana diplomasi publik dapat beradaptasi dengan teknologi modern untuk mencapai tujuan yang lebih luas dan inklusif.

Teori Pengaruh Sosial

Teori pengaruh sosial (social influence theory) pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Kelman pada tahun 1953 sebagai sebuah kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena di mana sikap seorang individu atau kelompok dapat didorong oleh pengaruh sosial. Terciptanya teori ini dilatarbelakangi oleh kondisi sosial dan politik yang terus berkembang secara signifikan, yang ditunjukkan oleh gerakan hak-hal sipil dan gerakan protes anti-perang (Kelman, 1953). Kelman menyebutkan bahwa teori pengaruh sosial didasarkan pada tiga aliran penelitian utama, yakni literatur tentang konformitas dan dinamika sosial, penelitian disonansi/konsistensi kognitif, dan teori fungsional tentang sikap (Kelman, 1974 dalam Davlembayeva & Papagiannidis, 2024).

Teori pengaruh sosial membedakan berbagai jenis dan tingkat komitmen sosial, yaitu kepatuhan (compliance), identifikasi (identification), dan internalisasi (internalization). Menurut teori Kelman), kepatuhan terjadi ketika seseorang menerima pengaruh sosial karena berharap mendapatkan reaksi positif dari orang lain atau kelompok. Sebagai contoh, seseorang mungkin mengikuti aturan atau norma kelompok untuk mendapatkan persetujuan atau menghindari hukuman. Ini disebut komitmen normatif, di mana individu bertindak sesuai dengan harapan eksternal untuk mencapai hasil yang diinginkan (Hwang, 2014).

Sementara itu, identifikasi terjadi ketika seseorang mengadopsi perilaku tertentu untuk membentuk atau memperkuat hubungan yang mendefinisikan diri mereka kepada orang lain atau kelompok. Dalam hal ini, perilaku dapat dipengaruhi oleh keinginan untuk mempertahankan hubungan afektif yang positif, yang dikenal sebagai komitmen afektif. Sementara itu, internalisasi terjadi ketika seseorang mengadopsi perilaku karena nilai-nilai yang terkandung dalam perilaku tersebut sesuai dengan nilai-nilai pribadinya, yang merupakan hasil dari motivasi intrinsik. Dengan demikian, faktor-faktor pengaruh sosial ini dapat mengubah struktur kepercayaan individu, mendorong mereka untuk bertindak sesuai dengan keyakinan dan nilai-nilai mereka sendiri, atau untuk mencapai atau meningkatkan status sosial mereka dalam kelompok (Tsai and Bagozzi, 2014).

Seiring dengan inovasi yang terus melaju, Teori Pengaruh Sosial masih tetap relevan untuk memahami bagaimana individu dipengaruhi oleh lingkungan sosial di era modern ini. Di era digital, kepatuhan terlihat ketika orang mengikuti tren media sosial dan kebijakan publik. Identifikasi terjadi ketika individu meniru perilaku selebriti atau bergabung dengan komunitas online yang mereka kagumi. Sementara internalisasi di era sekarang dapat dilihat dari bagaimana nilai, keyakinan, dan norma sosial menjadi bagian integral dari diri seseorang dan mempengaruhi perilaku sehari-hari. Contohnya adalah meningkatnya kesadaran lingkungan yang membuat banyak orang mengadopsi praktik ramah lingkungan,

Pembahasan

Konflik Oktober 2023

Konflik Palestina-Israel menjadi salah satu konflik yang komplek dan kontroversial yang hingga saat ini masih menyita perhatian dunia. Konflik ini dimulai pada tahun 1948, ketika 700 ribu warga Arab-Palestina dipaksa untuk meninggalkan tanah mereka oleh otoritas Israel dan sekitar 15 ribu warga ditemukan meninggal (Narea, 2023). Konflik yang telah berlangsung selama hampir delapan dekade ini kembali meletus pada Oktober 2023. Saat itu, kelompok pejuang Palestina, Hamas, melakukan perlawanan bersenjata ke wilayah Israel dengan menembakkan sejumlah roket pada beberapa titik tertentu dan  mengirimkan pasukan bersenjata melewati perbatasan-perbatasan kedua negara (Reuters, 2023). 

Melalui serangan Oktober 2023, dilaporkan dalam BBC (2024), sekitar 1200 warga Israel meninggal dunia dan 250 lainnya dibawa ke Palestina sebagai sandera. Israel menyatakan perang dan melakukan pembalasan dengan menyerang melalui udara dan menewaskan setidaknya 33 ribu warga Palestina. Hingga kini, lebih dari 85 persen populasi Gaza atau hampir dua juta orang telah meninggalkan rumah mereka (Global Conflict Tracker, 2024). Sementara itu dilaporkan oleh Aljazeera, hampir 40 ribu warga Gaza meninggal dunia dan hampir 90 ribu luka-luka. 

Ditulis dalam Global Conflict Tracker (2024), konflik Palestina-Israel telah memicu meningkatnya ketegangan regional di Timur Tengah. Para pejuang Hizbullah di Lebanon telah terlibat dalam pertempuran lintas perbatasan dengan tentara Israel, IDF. Selain itu, muncul juga pemberontak Houthi Yaman yang telah menembakkan rudal ke Israel dan kapal-kapal komersial di Laut Merah, dan kelompok-kelompok lain yang didukung Iran telah meluncurkan puluhan serangan terhadap posisi militer AS di Irak dan Suriah. 

Dengan banyaknya korban yang semakin bertambah dan ketegangan yang terus melebar, konflik Palestina-Israel menjadi salah satu konflik paling kompleks yang menarik perhatian publik. Banyak negara dan kelompok yang saling mencoba mencari jalan keluar untuk menyelesaikan konflik ini, salah satunya adalah melalui teknologi komunikasi.

Meta sebagai Ruang Diplomasi Modern

Kemajuan teknologi komunikasi di era modern telah mengubah secara drastis cara masyarakat internasional dalam berkomunikasi dan bertukar informasi, serta mengubah tatanan sosial, politik, dan ekonomi dunia (Wangke, 2020). Saat ini keberadaan teknologi mampu hadir untuk membantu para aktor negara maupun non negara untuk mengembangkan hubungan mereka dengan aktor lainnya meskipun terhalang oleh jarak dan waktu. Selain itu, kehadiran teknologi di era ini diklaim juga mampu membantu negara untuk memperkuat kerja yang cepat dan efisien dalam hubungan internasional. 

Dalam tulisan Kurniawati, Rachmawati, dan Dewi (2020.) kehadiran teknologi komunikasi telah berkontribusi memberikan perubahan signifikan dalam komunikasi terutama dalam cara mempengaruhi orang lain. Dalam ide Habermas menyebutkan bahwa komunikasi melalui teknologi informasi saat ini juga mampu memberikan pengaruh yang cukup signifikan terutama dalam usaha diplomasi publik. Di mana dalam perjalanannya diplomasi yang dilakukan melalui teknologi komunikasi sangat membantu para penyelenggara diplomasi dalam mencapai tujuan diplomasi. Selain itu, melalui teknologi komunikasi juga para penyelenggara diplomasi dapat memainkan strategi dalam mengelola perubahan untuk memperbaiki citra dan reputasinya dalam dunia internasional (Manor & Segev, 2015).

Dalam perkembangannya teknologi komunikasi memiliki produk yang paling digandrungi masyarakat yaitu media sosial atau yang biasa disingkat Medsos. Di mana dalam tulisan Ambar (2022), mendefinisikan media sosial sebagai sarana komunikasi yang dilakukan secara online dengan menggunakan platform Facebook, twitter, dan lainnya untuk bertukar informasi tanpa adanya batasan jarak dan waktu. Salah satu platform yang paling terkenal adalah Platform terbitan Meta seperti Facebook yang berhasil menduduki peringkat pertama dengan jumlah unduh terbesar di dunia (Yonatan, 2024). Kemudian, disusul oleh Instagram yang berhasil menduduki posisi keempat sebagai aplikasi dengan unduhan terbanyak di dunia (Putra & Hafid, 2023). Dalam tulisan We Are Social (2024),  Platform besutan Meta tiap tahunnya menjadi platform yang paling banyak dipilih di antara 12,8 persen pengguna internet usia kerja di dunia. Meta juga dilaporkan terus mengalami pertumbuhan yang sehat sepanjang tahun 2023. 

Dengan jumlah pengguna yang besar Meta memainkan peran yang penting saat ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama dalam urusan diplomasi. Dengan hadirnya Meta kegiatan diplomasi tidak lagi sebatas proses negosiasi yang melibatkan pemain tertentu, tetapi mampu melibatkan masyarakat (civil society)  dalam kegiatan diplomasi (Putra & Hafid, 2023). Dalam serangkaian kegiatan diplomasi yang muncul melalui platform Meta telah membuka kesadaran bahwa diplomasi tidak lagi hanya berurusan pada aktor negara tetapi aktor non-negara juga dapat melakukan hal tersebut sebagai bentuk public diplomacy.

Penerapan Diplomasi Publik pada isu Konflik Palestina-Israel di Ruang Meta

Sejak meletusnya konflik Palestina-Israel pada bulan Oktober 2023 lalu, Palestina dan Israel menjadi negara yang paling disoroti publik Internasional. Dalam tulisan Satria, Kurniawan, Amanda, & Arkan (2024), Central Bureau of Statistics menyebutkan bahwa total korban jiwa Palestina hingga hari ke-44 konflik, yaitu 19 November 2023 telah mencapai angka 13.216 orang. Selain itu, 1,3 juta anak-anak Palestina mengalami kekerasan dari pihak Israel dan didapati pula banyak sekolah-sekolah di Palestina yang mengalami pembongkaran oleh pihak Israel (Jaramaya, 2022). Dengan kondisi kemanusiaan yang semakin parah berbagai negara melalui PBB telah melakukan berbagai usaha negosiasi dan perundingan, namun hingga saat ini masih belum menemukan titik terang perdamaian.

Dengan gagalnya aktor negara dalam mengatasi isu konflik ini, khalayak publik berusaha hadir untuk ikut serta berpartisipasi dalam menyuarakan isu ini melalui arena baru berupa sosial media. Salah satu platform yang biasa digunakan adalah platform besutan Meta. Dimana narasi-narasi yang dituangkan dalam media sosial dirasa mampu mendorong munculnya gerakan solidaritas internasional terhadap Palestina yang menjadi korban dalam isu ini (Satria dkk, 2024). Dalam isu ini khalayak publik internasional berusaha mengorganisir diplomasi publik di ruang Meta dengan berbagi aksi protes dan kampanye untuk mendukung Palestina. 

Dalam upaya diplomasi publik melalui Meta, publik internasional telah memanfaatkan dengan baik fitur-fitur yang ada seperti penggunaan fitur tagar. Pada sosial media Instagram sendiri tercatat penggunaan fitur tagar meningkat drastis diantaranya #freepalestine yang telah digunakan lebih dari 5,2 juta kali dan tagar #gazaunderattack yang telah diunggah sebanyak 1,7 juta kali (The Conversation, 2023). Tidak berhenti disitu penggunaan fitur tagar juga kembali muncul di tahun 2024 sebagai respon atas peristiwa pembakaran kamp pengungsi di kota Rafah. Dengan hadirnya peristiwa tersebut berujung pada naiknya tagar #alleyesonrafah yang berhasil menyita perhatian jutaan orang di dunia (Setya, 2024).

Selain penggunaan fitur tagar dalam upaya diplomasi publik di platform Meta khalayak publik juga berusaha memaksimalkan visualisasi konten yang kuat untuk menciptakan dampak emosional yang mendalam bagi para pengikutnya (Satria dkk, 2024). Melalui visualisasi tersebut nantinya akan membangkitkan respon seperti simpati ataupun kecaman yang akan muncul tergantung dari sudut pandang masing-masing pengguna. Satria, Kurniawan, Amanda, & Arkan (2024), juga menambahkan selain memfokuskan pada visualisasi, untuk membangkitkan respon seluruh pengguna beberapa akun juga menambahkan wawasan mendalam terkait bagaimana dampak dari kekejaman pihak Israel terhadap masyarakat Palestina.

Penerapan diplomasi publik lainnya terwujud dalam sebuah upaya penggunaan gambar serta emoji buah semangka yang marak ditampilkan pada berbagai platform sosial media salah satunya Instagram. Menurut laporan BBC News Indonesia (2023), di Instagram banyak warganet yang mengunggah gambar semangka baik melalui fitur Instagram post maupun melalui instagram story. Selain itu, postingan gambar semangka juga selalu dibarengi tagar #semangka yang berhasil disertakan dalam 97,8 ribu unggahan. Pemilihan gambar buang semangka dalam upaya kampanye dukungan solidaritas Palestina dianggap menjadi pilihan alternatif terbaik di tengah upaya censorship terhadap konten Palestina dan bendera Palestina.

Dalam berbagai upaya diplomasi publik yang dilakukan para civil society di Platform Meta menunjukan keberhasilannya dalam menyoroti kondisi palestina di tengah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel. Berbagai postingan yang telah muncul di platform-platform besutan Meta juga dilaporkan memberikan dampak signifikan terhadap pemahaman publik mengenai konflik ini (Satria dkk, 2023). Dalam tulisan The Conversation (2023), menyebutkan terjadi perubahan perspektif pada warga negara Amerika, meskipun sikap negaranya dari tahun ke tahun memihak Israel, namun masyarakat lintas agama Amerika memilih untuk berpihak terhadap Palestina. Selain itu, ribuan warga Inggris juga menunjukkan fenomena solidaritas untuk mendukung Palestina dan gencatan senjata. Hal ini kemudian menunjukan pengaruh gerakan civil society melalui sosial media mampu memberikan pengaruh sosial. Dimana hal tersebut selaras dengan pernyataan Herbert Kelman pada tahun 1953 yang menyatakan, sikap seorang individu atau kelompok dapat didorong oleh pengaruh sosial.

Tantangan Diplomasi Publik di Ruang Meta

Meskipun memiliki potensi besar, diplomasi publik melalui media sosial juga menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah masalah penyensoran dan penyebaran informasi yang tidak akurat. Majeed (2023) mencatat bahwa “penyensoran dan penyebaran informasi yang tidak akurat tetap menjadi tantangan signifikan dalam ranah diplomasi media sosial.” Sebagai contoh, saat konflik Palestina-Israel memuncak pada tahun 2023, beberapa konten yang mendukung Palestina dilaporkan mengalami penyensoran di platform Meta, yang memicu protes dari berbagai kelompok advokasi dan masyarakat internasional. Insiden ini menyoroti betapa rumitnya mengelola konten di media sosial tanpa menimbulkan kontroversi atau dianggap berpihak.

Disinformasi juga menjadi masalah yang signifikan. Menurut laporan dari Statista (2023), sekitar 47% dari pengguna internet global mengalami atau menyaksikan penyebaran berita palsu di media sosial. “Disinformasi dan berita palsu dapat sangat merusak kredibilitas upaya diplomasi publik dan menciptakan ketidakpercayaan di antara audiens global” (Statista, 2023). Dengan meningkatnya ketergantungan pada platform digital, risiko disinformasi semakin besar, dan memerangi masalah ini memerlukan strategi yang komprehensif dan adaptif.

Overload informasi juga menjadi tantangan yang tak kalah penting. Di era digital ini, pengguna sering dibanjiri dengan begitu banyak informasi sehingga sulit untuk memproses dan memverifikasi kebenarannya. “Overload informasi di media sosial dapat membuat pengguna kesulitan membedakan antara informasi yang kredibel dan yang palsu” (Kaplan & Haenlein, 2022). Hal ini dapat mengurangi efektivitas diplomasi publik karena pesan yang ingin disampaikan bisa tenggelam di tengah arus informasi yang deras. Mengelola aliran informasi dengan efektif dan memastikan bahwa pesan yang benar-benar penting bisa sampai ke audiens yang tepat adalah kunci sukses dalam diplomasi publik era digital.

Kesimpulan

Melangkah seiring inovasi yang terus melaju, teknologi memberikan peluang bagi masyarakat internasional untuk saling berkomunikasi dan saling bertukar informasi. Tidak hanya itu, teknologi turut mengubah tatanan sosial, politik, dan ekonomi internasional. Salah satu contoh teknologi yang digunakan secara masif untuk berdiplomasi secara publik di era sekarang adalah platform sosial media Meta. Dalam konflik Palestina-Israel, Meta menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyebarkan pandangan dan dukungan mereka, terutama melalui fitur tagar #alleyesonrafah yang berhasil menarik perhatian dunia. Tidak hanya fitur tagar, publik juga memaksimalkan visualisasi yang kuat untuk memicu respons emosional seperti simpati. Selain itu, penggunaan gambar dan emoji buah semangka juga menjadi salah satu langkah yang diambil publik sebagai bentuk dukungan terhadap Palestina dan penggunaan emoji tersebut juga digunakan sebagai jalan aman di tengah upaya censorship pada konten yang menampilkan Palestina.

Meskipun penggunaan Meta sebagai platform untuk menyuarakan isu Palestina-Israel, publik tentu harus menemui banyak tantangan. Pertama, penyensoran dan penyebaran informasi yang tidak akurat. Hal ini menimbulkan protes dari banyak kelompok yang menganggap adanya kontroversi dan keberpihakan di media sosial. Kedua, disinformasi atau berita palsu yang dapat merusak kredibilitas upaya diplomasi publik dan meningkatkan ketidakpercayaan dari masyarakat global. Terakhir, overload informasi atau kelebihan informasi. Hal tersebut mengakibatkan publik sulit untuk menyaring kebenaran dari informasi yang beredar sehingga mengurangi efektivitas diplomasi publik. 

Daftar Pustaka

Aljazeera. (2024). Israel-Gaza war in maps and charts: Live tracker. https://www.aljazeera.com/news/longform/2023/10/9/israel-hamas-war-in-maps-and-charts-live-tracker

Ammon, R. (2023). Social media as a tool for public diplomacy. Journal of International Communication, 29(1), 45-61.

Ambar. (2019). 16 Kelebihan dan Kekurangan Komunikasi Interpersonal Lengkap. https://pakarkomunikasi.com/author/ambar

BBC. (2024). Israel Gaza war: History of the conflict explained. https://www.bbc.com/news/newsbeat-44124396

BBC News Indonesia, (2023). Apa Makna Semangka Bagi Rakyat Palestina? https://www.bbc.com/indonesia/articles/cldxy4z0l9qo

Davlembayeva, D. & Papagiannidis, S. (2024) Social Influence Theory: A review. In S. Papagiannidis (Ed), TheoryHub Book. ISBN: 9781739604400

Global Conflict Tracker. (2024). Israeli-Palestinian Conflict. https://www.cfr.org/global-conflict-tracker/conflict/israeli-palestinian-conflict

Gorwa, R. (2020). Data privacy and security in the age of digital diplomacy. New Media & Society, 22(7), 1132-1149.

Hwang, Y. (2014). Understanding social influence theory and personal goals in e-learning. Information Development. doi:10.1177/0266666914556688 

Jaramaya, R. (2022). PBB: Sekolah Anak-Anak Palestina Terancam Digusur Israel. https://internasional.republika.co.id/berita/rhi92t335/pbb-sekolah-anakanak-palestina-terancam-digusurisrael

Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2022). The information overload on social media: Challenges and implications. Journal of Marketing Theory and Practice, 30(2), 99-110.

Kaneva, N. (2021). Public diplomacy and nation branding on social media. International Journal of Communication, 15, 456-474.

Kurniawati, E., Rachmawati, I., & Dewi, M. A. (2020). @KemluRI : Diplomasi Publik Digital? Andalas Journal of International Studies, 9(1), 83-99. https://doi.org/10.25077/ajis.9.1.83-99.20209

Manor, I. & Segev, E. (2015). America’s Selfie: How the US Portrays Itself on its Social Media Accounts. New York: Routledge

Manor, I. (2019). The impact of social media on public diplomacy. Digital Diplomacy Journal, 6(3), 98-110.

Majeed, A. (2023). Censorship and misinformation in social media diplomacy. Journal of Global Media Studies, 14(2), 78-93.

Narea, Nicole. (2023). A timeline of Israel and Palestine’s complicated history. https://www.vox.com/world-politics/23921529/israel-palestine-timeline-gaza-hamas-war-conflict

Nasution, A. F. (2021). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Harva Creative.

Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghaila Indonesia.

Putra, A. N. & Hafid, A. (2023). Peran Media Sosial Sebagai Diplomasi Digital Global Dalam Upaya Meningkatkan Nation Branding Indonesia di Era Pemerintahan Joko Widodo. MANDAR: Social Science Journal, 2(1),  1-20. 

Reuters.  (2023).  Timeline  of  conflict  between  Israel  and Palestinians in Gaza. https://www.reuters.com/world/middle-east/conflict-between-israel-palestinians-gaza-2023-10-07/

Satria, A., Kurniawan, M. T., Amanda, P. I., & Arkan, D. (2024). Social Media Instagram, Tiktok, dan X Dalam Pengungkapan Pelanggaran Hukum Dalam Konflik Antara Palestina dan Israel. Jurnal Teknik Informatika dan Teknologi Informasi (JUTITI), 4(1), 14-27. https://doi.org/10.55606/jutiti.v4i1.341

Setya, D. (2024). Seruan All Eyes on Rafah Dibagikan Puluhan Juta Kali di Medsos, Ini Pemicunya. https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7363302/seruan-all-eyes-on-rafah-dibagikan-puluhan-juta-kali-di-medsos-ini-pemicunya

Samad, M. (2023). Mobilizing global support through social media: A case study of the Palestine-Israel conflict. Journal of Political Communication, 27(4), 300-317.

Satria, A., Rahman, H., & Aziz, M. (2024). The role of social media in influencing public policy: The Palestine-Israel conflict. International Studies Quarterly, 68(1), 123-140.

Smith, J. (2022). Public engagement and participation in digital diplomacy. Diplomatic Studies Journal, 11(1), 65-80.

Statista. (2023). Global misinformation and fake news statistics. Retrieved from https://www.statista.com/statistics/1294980/global-misinformation-fake-news/

The Conversation. (2023). 4 Penjelasan Psikologis Terjadinya Aksi Solidaritas Kolektif Bela Palestina: Bukan Hanya Tentang Agama. https://theconversation.com/4-penjelasan-psikologis-terjadinya-aksi-solidaritas-kolektif-bela-palestina-bukan-hanya-tentang-agama-217091

The Conversation, (2023). Buah Semangka dan Maknanya Bagi Advokasi Pembebasan Palestina di Media Sosial. https://theconversation.com/buah-semangka-dan-maknanya-bagi-advokasi-pembebasan-palestina-di-media-sosial-216995

The Conversation. (2023). Social media and international campaigns: The case of #freepalestine. Retrieved from https://theconversation.com/social-media-and-international-campaigns-the-case-of-freepalestine

Tsai, H. and Bagozzi, R. (2014) Contribution behavior in virtual communities: Cognitive, emotional, and social influences. MIS Quarterly. (38:1):143–163

Wangke, H. (2020). Diplomasi Digital dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.

We Are Social. (2024). Digital 2024: 5 Miliar Pengguna Media Sosial. https://wearesocial.com/id/blog/2024/01/digital-2024-5-billion-social-media-users/

Yonatan, A. Z. (2024). 10 Media Sosial dengan Pengguna Terbanyak 2024. https://data.goodstats.id/statistic/10-media-sosial-dengan-pengguna-terbanyak-2024-CaJT1

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *