Fathan Luthfiandi
Staff, Research Division FPCI Chapter UPN Veteran Jakarta

 

  • Latar Belakang

Di bawah pemerintahan Perdana Menteri Mark Rutte, Belanda mengalami gejolak kritisi dari dewan legislatif untuk melakukan revisi perundang-undangan imigrasi mereka. Sebetulnya perdebatan masalah imigrasi di Belanda sudah ada sejak tahun 2004. Namun di tahun ini, perdebatan hadir dari tubuh pemerintahan Mark Rutte yang berujung pada tuntutan untuk membubarkan kabinet. Geert Wilders dari Party of Freedom atau dalam Bahasa Belanda Partij Voor De Vrijheid (PVV) yang berhaluan kanan merupakan seorang politisi pendorong restriksi pada peraturan imigrasi Belanda. Sentimen anti-islam juga mengiringi langkah politik dari Geert Wilders bersama dengan kampanye anti-imigrannya yang mewarnai kontestasi pemilu di Belanda. Akan tetapi, dasar dari permasalahan imigrasi di Belanda ini hingga menjadi politik nasional yang akan dibahas selanjutnya.

 

  • Pembahasan

Belanda menjadi salah satu negara tujuan imigrasi dari Afrika dan beberapa negara bekas jajahannya. Belanda pun ikut serta menyetujui pembukaan imigrasi dari Uni Eropa karena kesepakatan bersama yang harus diikuti oleh seluruh negara Uni Eropa. Imigran paling banyak di Belanda berasal dari Turki dan Maroko. Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah imigran yang masuk ke Belanda kekhawatiran muncul terutama dari warga lokal dan masyarakat asli Belanda. Ketakutan ini juga didasari oleh data penyusutan populasi warga asli Belanda yang menghuni negara tersebut. Tidak hanya itu, lapangan pekerjaan perlahan-lahan mulai tergerus oleh warga imigran. Inilah yang menjadi kesempatan bagi politisi berhaluan kanan terutama untuk mengkritisi sistem imigrasi. Sistem ini perlahan-lahan dapat mempengaruhi identitas nasional bangsa Belanda itu sendiri dan merusak keseimbangan sosial.

Di sisi lain, keberadaan imigrasi merupakan wujud dari pemenuhan asas-asas kemanusiaan yang diakui secara global. Tujuan dari diperbolehkannya atau penghalalan imigrasi adalah bagaimana manusia pada hakikatnya memiliki kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya termasuk bebas memilih dimana ia akan tinggal. Untuk itu, negara hadir sebagai pemberi opsi kepada individu dalam memilih dimana ia ingin hidup. Oleh karena itu, dibentuk prasyarat dokumen yang diperlukan untuk kebutuhan tersebut. Kini negara seolah memiliki kewajiban moral untuk membukakan perbatasan negaranya dilalui oleh manusia yang mencari penghidupan layak. Jadi suatu negara tidak dapat melarang keluar-masuknya manusia untuk tumbuh dan bertempat tinggal.

 

  • Simpulan

Dapat disimpulkan bahwa kebijakan imigrasi pasti akan selalu menjadi bahan perdebatan di berbagai negara. Salah satunya adalah Belanda, kekisruhan imigrasi bahkan menjadi kontestasi politik di negara tersebut. Sebagai bagian dari Uni Eropa, Belanda sebenarnya tidak dapat menghindari kesepakatan dan peraturan yang telah dibuat bersama oleh Uni Eropa. Di sisi lain, imigrasi juga merupakan wujud dari asas kemanusiaan yang bebas untuk menentukan bagaimana dan dimana ia hidup. Sebagai negara, sudah menjadi kewajiban yang tidak tertulis bahwa mereka harus menyediakan perbatasan untuk keluar-masuknya manusia. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa perselisihan antara penghuni asli negara tersebut dan kaum pendatang menjadi permasalahan yang selalu ada.

 

Referensi

Wenas, S. 2019. Kebijakan Restriksi Imigrasi Belanda dalam Upaya Integrasi dan Keamanan Nasional. Univesitas Airlangga.

Redaktur Financial Times. 2023. Dutch PM Mark Rutte to quit politics after collapse of coalition. Financial Times.

Netherlands Government. 2023. Mark Rutte. Official Netherlands Government.

Corder, M. 2021. The buck stops here: Dutch govt quits over welfare scandal. AP News.

Psaropoulos, J. 2023. Why Wilders won: Election boosts Dutch far right, but what happens next?. Aljazeera.

Reuters. 2023. Far-right populist Wilders sweeps Dutch parliamentary election, exit poll shows. CNBC.

Redaktur DW. 2023. Uni Eropa Sepakati Reformasi Radikal Sistem Keimigrasian. DW.

Fasoro, A. S. 2019. Immigration, Humanity, and Morality. De Gruyter.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *