Ditulis oleh Yudhistira Rizqi F. dari divisi Research
Kurang dari dua tahun setelah Presiden Filipina Ferdinand Marcos berkuasa, Kisah krusial di politik Filipina memuncak dengan pecahnya aliansi antara klan Marcos dan Duterte, menghasilkan konflik pribadi dan politik yang membangkitkan pertanyaan akan masa depan negara kepulauan ini. Dalam kekisruhan ini, tuduhan gegabah tentang penyalahgunaan narkoba, ancaman perpecahan negara, dan spekulasi rencana kudeta menyeruak, menciptakan luka yang dalam di antara keluarga politik yang telah lama bersatu. Filipina kini kembali menjadi panggung drama politik yang dipenuhi intrik, kepentingan pribadi, dan perjuangan antara dinasti-dinasti politik yang saling bersaing.
Awal Pecahnya Konflik Dua Keluarga Penguasa
Tepatnya ketika Pemerintahan baru yang dipimpin oleh Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos Jr., putra dari mantan diktator negara itu, memunculkan ketegangan baru dengan pendahulunya, Rodrigo Duterte, yang sebelumnya telah menikmati popularitas melalui kampanye anti-narkoba yang kontroversial. Melalui Koalisi nya dengan anak mantan presiden Rodrigo Duterte, Sarah Duterte membantunya mendapatkan dukungan penting dari pulau asal keluarganya, Mindanao sehingga Bongbong berhasil memenangkan pemilihan presiden Filipina pada tahun 2022.
Namun konflik mulai terjadi ketika Bongbong sebagai presiden menggalang dukungan untuk mengamandemen konstitusi yang telah ditetapkan sejak tahun 1986. Bongbong Marcos mengusulkan langkah-langkah untuk memperlonggar regulasi demi menarik investor asing, rencananya segera menemui tantangan dari Presiden Duterte. Meskipun Bongbong menyatakan niatnya untuk membuka pintu bagi investasi asing, namun menurut Duterte perubahan yang diusulkan dalam Undang-Undang Dasar menciptakan kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh Bongbong Marcos untuk memperpanjang masa kekuasaannya.
Menurut para analis bahwa kekhawatiran Duterte disebabkan akan posisi putrinya sebagai wakil presiden yang akan terancam dari posisinya. Kemudian, tidak hanya terbatas pada nasib putrinya, Sara. Menurut analis ancaman terbesar bagi Duterte adalah potensi izin bagi Mahkamah Pidana Internasional untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia selama kampanye kerasnya melawan narkoba. Kebijakan tegas Duterte sendiri pada masanya telah mengakibatkan kematian ribuan tersangka pengedar dan pengguna narkoba.
Saling Melemparkan Tudingan Miring
Di kampung halamannya di Davao, Rodrigo Duterte menyerang Bongbong Marcos Jr. dengan tuduhan menjadi “pecandu narkoba,” yang kemudian disokong oleh anak bungsunya, Sebastian Duterte, dengan mengatakan bahwa Bombong untuk segera meninggalkan dan mengundurkan diri dari Istana Malacanang. Kemudian tanggapan dari Bongbong datang tak berselang lama dari pernyataan kontroversial mantan presiden itu. Bongbong menyatakan bahwa yang menggunakan narkoba adalah Duterte ketika ia menggunakan fentanyl dalam jangka panjang dan telah berdampak buruk pada kesehatannya serta menyebabkan efek adiksi. Setelahnya tidak ada pihak yang memberikan bukti untuk mendukung tuduhan-tuduhan tersebut.
Ancaman Makar Pemisahan Diri Wilayah
Situasi menjadi semakin tegang ketika Duterte mengeluarkan seruan bagi Mindanao untuk merdeka dari negara kepulauan lainnya, memicu peringatan dari beberapa politisi lokal tentang potensi tudingan penghasutan terhadapnya. Dalam respons cepat, pejabat keamanan tinggi berupaya untuk menekan gerakan separatis tersebut. Eduardo Ano, Penasihat Keamanan Nasional, menegaskan bahwa pemerintah akan menggunakan semua kekuatan dan otoritasnya untuk menekan dan menghentikan segala upaya yang mengancam integritas Republik. Panglima Angkatan Bersenjata Filipina, Jenderal Romeo Brawner, juga mengimbau pasukan untuk tetap setia kepada pemerintah yang sah.
Konflik Mengancam Masa Depan Negara
Meskipun Sara Duterte menuduh bahwa dia telah diperlakukan tidak adil oleh orang-orang terdekat presiden, dia memilih untuk tidak secara langsung mengkritik Bongbong Marcos. Bongbong menegaskan bahwa hubungannya dengan Sara tetap solid. Pertanyaan tentang masa depan Filipina pun mengemuka. Dengan ancaman perpecahan negara dan pertarungan politik yang semakin memanas, stabilitas politik dan keamanan nasional menjadi taruhan yang sangat tinggi bagi negara ini. Ambisi di antara keluarga politik elit Filipina, dengan kepentingan pribadi dan politik yang bertabrakan, mempertaruhkan keberlanjutan masa depan Filipina yang tidak pasti, Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, Peran aktif masyarakat sipil, media independen, dan lembaga-lembaga demokratis menjadi semakin penting untuk memastikan kelangsungan demokrasi di Filipina. Jika tidak segera diperbaiki gejala dari konflik ini akan menimbulkan perpecahan perang saudara antara dua keluarga penguasa yang tentunya juga akan menarik masyarakat sipil yang mendukung antara Duterte dan Bongbong Marcos Jr.
Referensi
CNN Indonesia. (2024). Duduk perkara cekcok duterte-bongbong di kabinet koalisi filipina. Google.https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/internasional/20240131152124-106-1056765/duduk-perkara-cekcok-duterte-bongbong-di-kabinet-koalisi-filipina/amp
Royandoyan, R. (2024). Marcos-Duterte Rift escalates over Philippines constitutional changes. Nikkei Asia.https://asia.nikkei.com/Politics/Marcos-Duterte-rift-escalates-over-Philippines-constitutional-changes
Voaindonesia. (2024). Aliansi Klan Marcos Dan Duterte di Filipina pecah. VOA Indonesia. https://www.voaindonesia.com/a/aliansi-klan-marcos-dan-duterte-di-filipina-pecah/7472904.html