Fariezka Safa Salsabila dan Muhammad Athallah Moerdijanto

Staff, Empowerment Division FPCI Chapter UPN Veteran Jakarta

Pada satu tahun silam di bulan Februari, kota kota di Ukraina seperti Kyiv, Odessa, Kharkiv dan Mariupol menjadi saksi bisu dimulainya invasi Rusia yang diumumkan secara langsung oleh Presiden Vladimir Putin. Sebelumnya, desas desus serangan telah ramai diperbincangkan dunia terkait kehadiran pasukan militer yang diperkirakan sebanyak 100.000 personel di perbatasan wilayah Rusia dengan Ukraina. Ditambah, pada permulaan tahun 2022 Rusia juga melakukan latihan militer dalam skala masif. Selain itu, peristiwa ini juga mengundang respon para pemangku kepentingan dunia salah satunya adalah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, yang mengancam sanksi ekonomi terhadap Rusia, disusul dengan pertimbangan masa depan negosiasi bilateral oleh Presiden Prancis maupun Turki dengan Rusia.

Sejarahnya, keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO muncul dari adanya revolusi hubungan antara Rusia dengan Ukraina yang sempat tegang di tahun 2014 terkait Krimea dan bagaimana kelompok Pro-Moscow menjadi pihak yang andil dalam keberhasilan Rusia atas wilayah tersebut. Terkait hal ini, Kyiv merasa bahwa menjadi anggota NATO menjadi suatu urgensi dalam situasi tersebut. Keinginan tersebut juga dilatarbelakangi oleh itikad NATO menjadikan Ukraina anggota sejak tahun 2008 untuk mengikuti jejak negara negara pecahan Uni Soviet yang telah tergabung seperti Lithuania, Latvia, Polandia dan negara balkan lainnya. Namun, penolakan secara jelas dikemukakan oleh Rusia karena hal tersebut menjadi suatu ancaman bagi eksistensinya. Rusia beranggapan bahwa ekspansi yang dilakukan NATO semakin berada pada perbatasan negara tersebut. Selain itu, Rusia mengatakan bahwa sejatinya Rusia dan Ukraina merupakan satu pihak serta berasumsi bahwa pihak Barat telah merubah identitas Ukraina secara paksa dan secara tidak langsung membawanya keluar dari poros Rusia sendiri. Pada intinya, Ukraina menginginkan hak kebebasan dalam menentukan arah dan jalan masa depan negaranya sendiri tanpa ada tekanan, paksaan maupun keterlibatan pihak lain dan berjuang guna mempertaruhkan identitas maupun martabat negara. Saat enam bulan pertama dari diumumkannya invasi Rusia ke Ukraina secara resmi, diperkirakan sebanyak 6,6 juta masyarakat Ukraina harus menjadi pengungsi akibat peristiwa ini. Kemudian, parahnya, sebanyak 5000 orang secara pasti dinyatakan tewas terlepas dari prediksi sesungguhnya terbilang mencapai puluhan ribu. Tak hanya itu, bom dan misil yang dikirimkan Rusia merusak infrastruktur masyarakat. Tentara Rusia sendiri telah menewaskan dan menyerang daerah warga sipil di mana hal tersebut dapat dikategorikan kepada kejahatan perang. Walaupun segala bentuk permasalahan dan negosiasi dapat dilakukan dengan damai sesuai apa yang ada di dalam Piagam PBB dan hal hal yang seharusnya dapat diratifikasi dari Hukum Internasional, namun tak dapat di Indahkan oleh Rusia.

Kerugian dan dampak dari konflik ini bisa dirasakan oleh pihak pihak internasional, lalu apa yang dirasakan oleh masyarakat Ukraina sendiri adalah terburuk, khususnya anak-anak. Seperti apa yang dikatakan sebelumnya, Rusia telah menyerang infrastruktur dan wilayah sipil Ukraina termasuk sekolah yang hancur berkeping-keping akibat bom udara. Perwakilan Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya, mengatakan bahwa pasukan udara Rusia mampu menyulap sekolah yang penuh kebahagian anak-anak menjadi pemakaman massal. Jelasnya, Laporan yang dipublikasi oleh OCHA (United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs) mengatakan sebanyak 1.635 atau 5% sekolah maupun universitas dinyatakan rusak dimana 126 lainnya dinyatakan hancur. Selain itu, sebanyak 3.7 juta anak anak di Ukraina harus mengungsi dimana mereka harus meninggalkan kebiasaan belajar mereka sehari hari layaknya pelajar seutuhnya. Dapat dikatakan, konflik ini berdampak secara signifikan terhadap berjalannya pendidikan di Ukraina. Dampak yang jelas terlihat adalah perubahan pemberian layanan pendidikan kepada siswa selama keseluruhan tahun 2022 yang semula secara tatap muka berubah menjadi secara daring. Walaupun demikian, yang terpenting adalah bagaimana semua anak mampu menyelesaikan tahun akademik 2022 sebagai siswa.

Secara spesifik, konflik ini secara negatif telah mengganggu dan mengacaukan kesempatan belajar setiap anak anak di Ukraina sebagai siswa serta menyita proses pembelajaran. Dimana, pertama, alokasi waktu yang digunakan untuk belajar menjadi tersita dan cenderung berkurang dari waktu seharusnya. Kedua, kurangnya efektivitas dan rendahnya kualitas dari pembelajaran daring akibat ketergantungan terhadap konten dimana cakupannya masih rendah dalam pembelajaran. Ketiga, performa pendidikan di Ukraina menurun menjadi terendah di Eropa yang mana sebelumnya negara ini unggul dari negara tetangga lainnya. OCHA juga mengatakan bahwa akumulasi anak yang tidak akan kembali sekolah terbilang banyak, terlepas dari upaya yang sudah dilakukan diatas. Kemudian, secara keseluruhan, kerugian belajar di Ukraina mampu mencapai lebih dari 1 tahun kehilangan pelayanan pendidikan yang baik dan normal. Pendidikan merupakan basis penting dalam kehidupan dan pengembangan sumber daya manusia di suatu negara begitupun dengan Ukraina. Jika sebelumnya pelayanan pendidikan terganggu oleh gangguan Covid-19 ditambah dengan adanya invasi, dikatakan bahwa efek jangka panjang yang akan terjadi adalah pengurangan pendapatan hingga 10% dalam setahun per seorang siswa.

Dalam kurun periode 1 tahun, perang antara Ukraina dan Rusia memberikan dampak yang sangat mengganggu aktivitas warga sipil, salah satunnya adalah aktivitas pendidikan di Ukraina. Lebih dari lima juta anak yang seharusnya bisa dengan aman dan tenang pergi ke sekolah sekarang harus menunda kegiatan belajar. Periode ini adalah periode lanjutan setelah pandemi covid yang melanda. Perang yang berkecamuk di luar rumah membuat para orang tua enggan mengambil resiko mengizinkan anak-anaknya untuk sekolah, ditambah juga rusaknya fasilitas-fasilitas pendidikan di Ukraina seperti sekolah yang telah hancur diterjang perang. Polemik yang kian hari semakin buruk membuat para pelajar harus belajar di rumah secara online, walaupun pembelajaran secara daring namun desingan peluru yang terus berterbangan membuat mental dan psikis mereka memburuk. Siswa-siswa Ukraina diajari cara mempertahankan diri dari agresi ketika ancaman Rusia berkembang. Siswa di sebuah sekolah di Kharkov, 40 kilometer dari perbatasan timur Rusia dan Ukraina, diajari cara mengidentifikasi berbagai bahan peledak dan pentingnya rompi antipeluru dan helm. Anda juga akan belajar tentang latihan evakuasi dan pertolongan pertama. Pelajaran populer di daerah tersebut. Anak-anak sekolah di ibu kota, Kyiv, mempelajari pelajaran serupa di bulan Januari.

Invasi Rusia ke Ukraina tidak hanya mengubur harapan pendidikan para siswa di Ukraina, kesehatan mental mereka juga sangat terguncang atas peristiwa yang tidak diharapkan itu. Gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan depresi adalah gangguan mental yang sangat lumrah di antara orang dewasa dan anak-anak di area perang. Dampaknya mencakup berbagai hasil perkembangan yang memengaruhi hubungan keluarga dan teman sebaya serta kinerja akademik dan kepuasan hidup secara umum. Anak-anak sangat sensitif terhadap akumulasi stresor tersebut, dan memang ada banyak bukti hubungan dosis-respons antara jumlah stresor yang dialami oleh anak-anak dan gangguan domain adaptif. B. Kesehatan Mental dan Penampilan Fisik, Prestasi Akademik dan Hubungan Sosial. Dampak psikologis dapat diperburuk oleh kurangnya privasi dan situasi kekerasan yang biasa terjadi di masa pensiun. Kondisi ini dapat memiliki konsekuensi jangka panjang, dan anak-anak mungkin berjuang untuk menjalin hubungan dengan orang dewasa dan teman sebaya.

Oleh karena itu, dalam menanggulangi serta memberikan layanan darurat atas situasi yang terjadi pemerintah Ukraina menginstruksikan para anak dan wanita untuk meninggalkan Ukraina untuk berlindung, laki-laki tidak diperkenankan untuk keluar dari Ukraina. Uni Eropa memberikan keringanan untuk para pengungsi yaitu menerima izin untuk tinggal di wilayah anggota Uni Eropa serta hak untuk bekerja dan mendapatkan pendidikan. Saat ini, Ukraina dan Rusia sedang mencoba mediasi, dengan kedua belah pihak saling bernegosiasi dan mengajukan klaim satu sama lain, tetapi proses ini merupakan bagian dari upaya pembangunan perdamaian untuk menyelesaikan perselisihan antara Rusia dan Ukraina. Dalam setiap negosiasi, selalu ada kemajuan menuju kesepakatan bersama, namun negosiasi lebih lanjut mungkin diperlukan sampai kedua belah pihak benar-benar puas dan setuju dengan keputusan yang diambil. Pada putaran pertama negosiasi, Rusia mengajukan tuntutannya sebagai syarat untuk menghentikan serangan, dan Ukraina mendengarkan tuntutan tersebut dan tidak langsung setuju, namun pada putaran kedua dan ketiga negosiasi, Ukraina mulai mengalah demi kepentingan keamanan penduduk Ukraina agar tidak terancam, sehingga kedua belah pihak memutuskan gencatan senjata sementara untuk menyebarkan kebutuhan mereka layaknya obat-obatan maupun bantuan makanan untuk pengungsi. Proses perdamaian akan berjalan lebih cepat dan lancar karena setiap pertemuan menunjukkan bahwa kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan dan saling memahami.

 

Referensi

Education: Impact of the War in Ukraine (May 2022) – Ukraine. (2022, June 21). ReliefWeb. Retrieved February 12, 2023, from
https://reliefweb.int/report/ukraine/education-impact-war-ukraine-may-2022

Kenapa Ukraina Ngebet Jadi Anggota NATO meski Ditentang Rusia? (2022, February 17). CNN Indonesia. Retrieved February 12, 2023, from https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220217102900-134-760336/kenapa-ukraina-ngebet-jadi-anggota-nato-meski-ditentang-rusia

Kronologi dan Latar Belakang Perang Rusia vs Ukraina. (2022, March 6). CNBC Indonesia. Retrieved February 12, 2023, from https://www.cnbcindonesia.com/news/20220304133929-4-320041/kronologi-dan-latar-belakang-perang-rusia-vs-ukraina

LEDERER, E. M. (2022, May 12). UN: Ukraine war is `child rights crisis’ with school attacks. AP News. Retrieved February 12, 2023, from https://apnews.com/article/russia-ukraine-united-nations f1b638aed1a12b01308d54c2df764da5

Sudiq, R. D., & Yustitianingtyas, L. (2022, September). INTERVENSI RUSIA TERHADAP UKRAINA PADA TAHUN 2022 SEBAGAI PELANGGARAN BERAT HAM. INTERVENSI RUSIA TERHADAP UKRAINA PADA TAHUN 2022 SEBAGAI PELANGGARAN BERAT HAM, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha(Vol. 10 No. 3), 101-117.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *